rss

Banner

Banner 2

About

Djogjkarta, D.I. Yogyakarta

Rabu, 09 Juni 2010

KAWASAN ALGOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA DAN TRANS JOGJA



EDISI SEPTEMBER - OKTOBER 2008
Kategori Profil Wilayah
Kawasan Aglomerasi Perkotaan YOGYAKARTA dan Trans Jogya
Kota Yogyakarta telah tumbuh dan berkembang ke wilayah sekitar yang kemudian beraglomerasi membentuk apa yang disebut sebagai Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) ataupun Greater Yogya. Bersama dengan pembangunan infrastruktur berupa koridor yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan, Kawasan APY menjadi core dan point development dalam konsep tata ruang wilayah Provinsi DIY.

Tim Redaksi (-)
KAWASAN ALGOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA DAN TRANS JOGJA
I LATAR BELAKANG
Kota Yogyakarta telah tumbuh dan berkembang ke wilayah sekitar yang kemudian beraglomerasi membentuk apa yang disebut sebagai Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) ataupun Greater Yogya. Bersama dengan pembangunan infrastruktur berupa koridor yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan, Kawasan APY menjadi core dan point development dalam konsep tata ruang wilayah Provinsi DIY.
Perkembangan fisik Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) ditandai dengan semakin luas wilayah terbangunnya. Salah satu indikatornya adalah populasi penduduk telah mendekati angka 1.000.000 jiwa. Selain itu, mobilitas manusia serta aktivitas ekonomi masuk dan keluar dari pusat Kota Yogyakarta telah bertambah dengan terjadinya perubahan struktur pemanfaatan ruang desa-desa di sebagian wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul menjadi wilayah yang berciri kekotaan. Perencanaan tata ruang Kota Yogyakarta telah dimulai sejak masa pemerintahan Kolonia Belanda ketika Ir. Thomas Karsten (1941) membuat perencanaan perluasan kota. Namun, perencanaan tata ruang kota tahun 1941 tersebut tidak dapat digunakan sebagai arahan pembangunan kota Yogyakarta yang saat ini telah merkembang menjadi wilayah aglomerasi karena perencanaan kala itu belum menyertakan muatan kebutuhan skala metropolitan.
II. Lingkup Spasial
Kawasan APY meliputi tiga kawasan yang secara administratif berada di wilayah yang berbeda. Mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DI Yogyakarta No. 10 Tahun 2005, pada Pasal 41c, Kawasan APY mempunyai fungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang mencakup wilayah kota Yogyakarta dan sebagian wilayah kecamatan Kasihan, Sewon, Banguntapan di wilayah Kabupaten Bantul serta Kecamatan Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati dan Gamping di wilayah Kabupaten Sleman. Wilayah ini merupakan wilayah pengembangan sistem pelayanan Kota Yogyakarta yang melayani kota-kota Berbah, Kalasan, Prambanan, Pakem, Cangkringan, Sedayu serta Sentolo.

III. STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN APY
Strategi pengembangan tata ruang Kawasan APY dilakukan dengan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengendalian perkembangan permukiman. Dalam hal ini, strategi yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:
  1. mengembangkan pemanfaatan ruang secara terpadu dengan pola pemanfaatan campuran di mana tema kawasan ditetapkan dengan kesesuaian pemanfaatan ruang di bawahnya;
  2. mengembangkan Pusat Pelayanan Primer yang Baru di sepanjang arteri primer terutama di bagian selatan Kawasan APY;
  3. mengembangkan sistem angkutan umum massal sebagai moda angkutan utama antar pusat pusat kegiatan dan antar bagian-bagian kota;
  4. mempertahankan dan mengembangkan RTH di setiap wilayah baik sebagai sarana kota maupun untuk keseimbangan ekologi kota;
  5. mengembangkan dan mengoptimalkan penataan ruang berdasarkan blok kawasan.
Dalam perspektif ekonomi, pembangunan tidak lain berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat lokal (indigenous people). Oleh karena itu, pengembangan Kawasan APY ini dapat diorientasikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada kapasitas atau keunggulan ekonomi lokal. Meski demikian, yang penting dalam menentukan tema-tema program pengelolaan, tidak hanya kegiatan ekonomi, melainkan juga potensi kemampuan lahan, kegiatan budidaya serta kecenderungan perkembangan permukiman dan perkotaan. Tema pengembangan kawasan dapat ditetapkan sebagai berikut:
  • Kawasan Permukiman;
  • Kawasan Lindung Budaya, meliputi Kawasan Njeron Beteng, Kawasan Kota Baru, Kawasan Pakualaman serta Kawasan Kota Gede;
  • Kawasan Pendidikan Tinggi, meliputi Kawasan UGM, UNY dan Kawasan pendidikan tinggi di Kecamatan Depok serta di Kecamatan Gamping yang meliputi Kampus UMY;
  • Zona Industri dan Pergudangan;
  • Bandara, yaitu Bandara Adisucipto;
  • Kawasan Perdagangan
  • Kawasan Lindung Alam
IV. ARAHAN PENYEBARAN PENDUDUK
Perkembangan wilayah di Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) sudah pada tahap memerlukan arahan dan pengendalian terkait dengan pertumbuhan fisik lahan terbangun yang terlihat pesat di lapangan. Penyebaran penduduk yang tertinggi diarahkan pada pusat kota dan secara gradatif makin menurun ke bagian pinggiran kota. Arahan penyebaran penduduk di wilayah perencanaan dipilahkan atas penduduk yang berada di kawasan yang sudah berkembang, yaitu pada kawasan di pusat kota dan daerah pinggiran kota. Dalam hal ini, strategi yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:
  1. Arah penyebaran meliputi area pusat kota dan area perkembangan baru di tepi kota. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk akan dialokasikan pada daerah-daerah kantong yang masih kosong di kawasan kota dan daerah pinggiran kota. Distribusi ini menimbang pula konservasi sistem air serta lahan produktif pertanian.
  2. Prioritas penyebaran diutamakan di pusat kota, artinya diusahakan untuk meningkatkan kepadatan penduduk sampai batas yang layak, serta pengisian daerah kantong. Kepadatan sedang diterapkan pada daerah yang akan dikembangkan sebagai daerah pinggiran kota sebagai areal penopang kehidupan kota. Sedangkan kepadatan rendah pada daerah yang akan dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Pola pemanfaatan ruang wilayah Kawasan APY tidak diarahkan pada pola guna tunggal, melainkan pola guna campur dengan dominasi fungsi. Fungsi dominan ditentukan dari amatan terhadap kegiatan eksisting yang dominan dalam kerangka yang telah ditentukan di atas. Fungsi tersebut merupakan fungsi yang ingin dilindungi serta didorong dari unit lahan tersebut.
Dalam pemahaman tersebut, pola ruang Kawasan APY dibagi-bagi menjadi blok-blok yang fungsional dengan memperhatikan:
1. Sejarah pembentukan suatu kawasan untuk tetap mempertahankan citra secara keseluruhan;
2. Pelayanan eksisting dengan memberikan arahan apakah akan didorong ataupun dikendalikan;
3. Ketetapan dalam kawasan lindung seperti resapan air atau rawan bencana
V. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI
Perkembangan kegiatan dan permukiman baru di beberapa lokasi telah meningkatkan beban lalu lintas yang relatif tinggi, terutama di sekitar Kawasan APY seperti di penggal jalan Kaliurang, jalan Monjali, jalan Godean, hingga mendekati kelebihan kapasitas (overcapacity). Sementara itu, terjadi juga peningkatan potensial di jalur yang menghubungkan jalan Magelang (sekitar simpul Tempel) yang menembus Kota Sleman bagian barat hingga ke jalan Wates (Moyudan). Prasarana transportasi yang dikembangkan meliputi sistem transportasi jalan raya (darat), kereta api dan udara.
a) Jaringan Transportasi Jalan
Berdasarkan arahan pembangunan jaringan jalan di Pulau Jawa-Bali, wilayah DIY akan dilewati oleh jalan Gelang Jawa Lintas Selatan dan Koridor Utara Selatan Jawa. Sebagai konsekuensi, beberapa jaringan jalan yang direncanakan akan berperan sebagai jalan arteri primer di masa mendatang yaitu Yogyakarta-Wonosari, Yogyakarta-Wates-Bandung, Yogyakarta-Secang-Semarang dan Yogyakarta-Klaten-Surakarta.
Jalan Arteri Primer : meliputi ruas jalan yang menghubungkan kota-kota:
  • Yogyakarta dengan Semarang, melalui Mlati, Sleman dan Tempel.
  • Yogyakarta dengan Surabaya, melalui Kalasan dan Prambanan
  • Yogyakarta dengan Bandung/Jakarta, melalui Gamping
  • Ringroad Kawasan APY di Depok, Mlati dan Gamping.
Jalan Kolektor Primer: meliputi ruas jalan yang menghubungkan kota-kota:
  • Yogyakarta dengan Wonosari, melewati wilayah Berbah
  • Yogyakarta dengan Wates melalui Godean
  • Yogyakarta dengan Kaliurang, melalui Ngaglik dan Pakem.
b) Jaringan Transportasi Kereta Api
Berdasarkan arahan pembangunan jaringan transportasi rel kereta api di Pulau Jawa, wilayah DIY dilewati oleh jaringan jalan rel Gelang Jawa Lintas Selatan.
c) Jaringan Transportasi Udara
Pelabuhan udara yang ada di wilayah DIY berdasarkan arahan hirarki pelabuhan udara di Pulau Jawa-Bali diarahkan sebagai pusat penyebaran primer pada tahun 2010.
VI. ARAHAN STRUKTUR RUANG WILAYAH
Struktur Ruang dimaksudkan untuk menentukan sistem jenjang pelayanan yang dikaitkan dengan pusat-pusat pelayanan yang ada. Rencana struktur ruang di Kawasan APY pada dasarnya disusun berdasarkan pertimbangan yaitu
  1. Aktivitas, berarti kegiatan penduduk dalam melakukan proses kegiatan termasuk didalamnya kondisi kependudukan (heterogenitas kegiatan usaha dan etnis, laju pertumbuhan penduduk, dan sebagainya)
  2. Tahapan Pengembangan, menyangkut seberapa kebutuhan dari penduduk dan para pelaku pembangunan lainnya dalam mengembangkan Kawasan APY)
  3. Kondisi Lingkungan, guna mengetahui kendala-kendala alami dan buatan (preservasi dan konservasi) yang harus diperhitungkan.
  4. Sehingga rencana pengembangan yang dilakukan tetap memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan.
Beberapa prinsip dasar pertimbangan penyusunan Rencana struktur ruang Kawasan APY, diantaranya :
1) Membatasi daerah perkotaan untuk tidak meluas dan tidak beraturan
2) Menjaga keberadaan kawasan lindung
3) Mengintegrasikan fungsi dan sistem kota-kota
4) Mengantisipasi perkembangan kegiatan di masa mendatang
5) Mengurangi kepesatan perkembangan Kota Yogyakarta
Secara skematik, proses pembentukan Kawasan APY dapat digambarkan sebagai beriku:
Tahap I
- Kraton Yogyakarta dibangun tidak jauh dari Pusat Kerajaan Mataram Kotagede
- Pola memusat dengan Kraton sebagai inti
Tahap II
Adishakti (1995) telah melihat pertumbuhan fisik dengan menggunakan metode morfologi Adishakti (1995) telah melihat pertumbuhan Kota Yogyakarta secara fisik dengan menggunakan metode morfologi perkotaan. Dalam studinya, Kota Yogyakarta tumbuh dalam periode-periode yang berbeda-beda yaitu kasultanan, kolonial dan kemerdekaan. Periode-periode yang berbeda tersebut menghasilkan bentukan fisik kota serta arsitektural yang sesuai dengan konteks masanya.
  • Pola masih memusat dengan Kraton sebagai inti
  • Struktur kawasan inti semakin kuat dengan keberadaan stasiun yang dibangun oleh Belanda
  • Berdirinya Pakualaman
  • Luas wilayah semakin luas dengan sebaran perumahan kolonial di Kotabaru dan Bintaran
Tahap III
Adishakti (1995) melihat bahwa permukiman serta pendidikan telah menjadi agen yang mendorong perluasan Kota Yogyakarta sampai batas administrasinya. Meskipun demikian, adanya arahan untuk melindungi kawasan pertanian di sebelah timur serta utara menahan perkembangan Kota Yogyakarta ke arah-arah tersebut. Meskipun demikian, pada tahun 1970-an, pembangunan kawasan pemerintahan di bagian timur kota telah mendorong terjadi perubahan pada penggunaan lahan secara drastis.
Keterbatasan lahan telah mendorong perguruan tinggi untuk mendirikan kampusnya di luar kota. Bangunan kampus-kampus besar ataupun baru telah berdiri di daerah Mrican dan Babarsari sebagai bagian dari strategi ekspansinya di masa mendatang. Perlahan, wilayah-wilayah tersebut berubah menjadi kawasan perkotaan.
  • Berkembangnya inti baru yaitu kampus UGM di sebelah utara
  • Pergerakan menjadi dua arah antara pusat baru dan sekitarnya
  • Keberadaan UGM diikuti dengan kampus-kampus lain seperti UNY (dulu IKIP)
  • Jalan Solo mulai berkembang sebagai pusat perdagangan

Tahap IV
Pertumbuhan Kota Yogyakarta akhir-akhir dapat dilihat sebagai akibat dari munculnya investasi-investasi yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagai contoh adalah munculnya perumahan-perumahan yang diadakan oleh pengembang serta pasar-pasar modern yang kini tampak bersaing dengan pasar tradisional. Secara fisik, banyak perumahan tersebut berada di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, meski demikian keterkaitan secara pelayanan dengan wilayah kota mengakibatkan terjadinya mobilitas yang tinggi antara kedua wilayah.
VII. TRANS JOGJA, ALTERNATIF ANGKUTAN MASSAL PERKOTAAN YANG NYAMAN
Menyusul dioperasikannya Trans Jakarta (lebih populer disebut sebagai Bus Way), Kawasan seputar Kota Yogyakarta pun kini telah memiliki Bus Trans Jogja, sebagai alternatif angkutan massal perkotaan yang nyaman. Kemunculan Bus Trans Jogja dilatarbelakangi adanya permasalahan angkutan umum di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mendesak untuk segera ditangani secara sistemik, karena menyangkut berbagai permasalahan, seperti : Kemacetan lalu lintas, pelayanan angkutan umum yang buruk, perilaku buruk para pengemudi dalam berlalu-lintas, hingga tingginya social cost yang harus ditanggung masyarakat akibat permasalahan transportasi. Salah satu formulasi untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan cara optimalisasi angkutan publik.
Skema yang dikembangkan dalam rangka optimalisasi angkutan publik tersebut adalah sistem buy the service yang merupakan wujud komitmen dari Pemerintah Provinsi DIY dalam mereformasi, merefungsionalisasi, dan merestrukturisasi sistem angkutan publik perkotaan. Sistem diharapkan dapat mengembalikan fungsi utama angkutan publik, yaitu memberikan pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Sistem buy the service adalah sistem pembelian pelayanan dari Pemerintah kepada Swasta (operator) untuk mengoperasikan angkutan umum dengan standar- St. Tugu Kota Gede Kota Baru St.Lempuyangan Pakualaman Tahap I: -Pola masih memusat dengan Kraton sebagai inti -Struktur kawasan inti semakin kuat dengan keberadaan stasiun yang dibangun oleh Belanda -Berdirinya Pakualaman -Luas wilayah semakin luas dengan sebaran perumahan kolonial di Kotabaru dan Bintaran
Tahap III
Adishakti (1995) melihat bahwa permukiman serta pendidikan telah menjadi agen yang mendorong perluasan Kota Yogyakarta sampai batas administrasinya. Meskipun demikian, adanya arahan untuk melindungi kawasan pertanian di sebelah timur serta utara menahan perkembangan Kota Yogyakarta ke arah-arah tersebut. Meskipun demikian, pada tahun 1970-an, pembangunan kawasan pemerintahan di bagian timur kota telah mendorong terjadi perubahan pada penggunaan lahan secara drastis. Keterbatasan lahan telah mendorong perguruan tinggi untuk mendirikan kampusnya di luar kota. Bangunan kampus-kampus besar ataupun baru telah berdiri di daerah Mrican dan Babarsari sebagai bagian dari strategi ekspansinya di masa mendatang. Perlahan, wilayah-wilayah tersebut berubah menjadi kawasan perkotaan. UGMTahap
Tahap IV
Pertumbuhan Kota Yogyakarta akhir-akhir akibat dari munculnya investasi-investasi yang Sebagai contoh adalah munculnya perumahan-oleh pengembang serta pasar-pasar modern yang dengan pasar tradisional. Secara fisik, banyak perumahan wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten keterkaitan secara pelayanan dengan wilayah kota mobilitas yang tinggi antara kedua wilayah.
standar tertentu, khususnya untuk mengutamakan pelayanan kepada masyarakat pengguna.
Sistem buy the service pada angkutan publik ini meskipun mereformasi sistem angkutan umum yang ada pada dasarnya tetap mempertahankan moda bus umum, tetapi memiliki kelebihan, antara lain : menghilangkan sistem setoran, kemudahan mengatur jumlah armada dan trayek, dan kemudahan dalam pemberian subsidi pemerintah kepada masyarakat pengguna angkutan publik melalui subsidi tarif.
Di Yogyakarta dan sekitarnya dilayani (secara bertahap) oleh 54 unit Bus Trans Jogja, terbagi dalam pelayanan 3 (tiga) trayek, yaitu :
1. Trayek 1 :
A. Trayek : Terminal Prambanan – Bandara Adisucipto – Stasiun Tugu – Malioboro- JEC
B. Trayek : Terminal Prambanan – Bandara Adisucipto – JEC – Kantor Pos Besar – Pingit - UGM
2. Trayek 2 :
A. Trayek : Terminal Jombor – Malioboro – Basen – Kridosono – UGM – Terminal Co0ndong Catur
B. Trayek : Terminal Jombor – Terminal Condong Catur – UGM – Kridosono – Basen – Kantor Pos Besar – Wirobrajan - Pingit
3. Trayek 3 :
A. Trayek : Terminal Giwangan – Kota Gede – Bandara Adisucipto – Ringroad Utara – MM UGM – Pingit – Malioboro – Jokteng Kulon
B. Trayek : Terminal Giwangan – Jokteng Kulon- Pingit – MM UGM – Ringroad Utara – Bandara Adisucipto – Kota Gede
G
 di copy paste dari :
 http://bulletin.penataanruang.net

Pengertian balik nama dalam kaitannya dengan akta jual beli tanah.



Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pertanahan, maka Jual Beli (peralihak hak) yang menyangkut tanah harus dilakukan dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam praktek Jual Beli tanah ini dijumpai istilah Balik Nama. Walaupun istilah ini dapat diterka artinya secara gamblang, namun masih ada juga beberapa yang belum memahami apa sebenarnya Balik Nama itu berkaitan dengan adanya peralihan hak/peristiwa hukum Jual Beli.

Untuk tanah yang telah bersertifikat, apabila terjadi transaksi jual beli antara penjual dan pembeli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka selanjutnya akan dilakukan proses Balik Nama. Yang dimaksud disini adalah merubah status kepemilikan dari Penjual sebagai pemilik tanah sebelumnya kepada Pembeli sebagai pemilik tanah yang baru. Pelaksanaan proses Balik nama ini dilakukan di Kantor Pertanahan setempat dimana tanah tersebut berada. Apabila proses tersebut selesai maka pada Sertifikat tanah yang dimaksud akan tertera nama pemilik baru dari tanah tersebut yaitu nama pembeli, sedangkan nama pemilik lama dicoret. Dengan demikian proses Balik nama telah selesai dilakukan sehingga pembeli telah sah sebagai pemilik tanah yang baru. Proses ini biasanya berlangsung kurang lebih 3 – 4 minggu pada Kantor Pertanahan setempat.

Sabtu, 17 Oktober 2009

Tips Memilih Town House

Memilih Town House harus dilakukan dengan cermat agar jangan sampai mahalnya harga tak sebanding dengan kepuasan yang diperoleh. Untuk itu ada beberapa tips yang harus diperhatikan saat hendak membeli Town House. Antara lain:

Cermati lokasi, pastikan fasilitas di sekitar lokasi sesuai dengan kebutuhan, misalnya sekolah, rumah sakit, dan pusat bisnis. Pastikan lingkungannya aman dan tidak banjir. Perhatikan track record pengembangnya. Sedapat mungkin diperhatikan juga kesesuaian bahan bangunan yang digunakan dengan spesifikasi awal. Sebaiknya minta jaminan (garansi) rumah bebas dari gangguan bocor, retak, dll. Pastikan fasilitas dalam Town House disediakan pengembang. Pastikan proses maupun hasil pemecahan sertifikat tanah. Ini untuk menghindari masalah balik nama saat rumah telah dilunasi.

VIisi dan Misi Gerbang Madani

PT GERBANG MADANI GROUP
Dari Yogyakarta untuk Indonesia. VISI besar inilah yang dipegang oleh PT Gerbang Madani Group untuk menjadi perusahaan swasta nasional di bidang properti, dimana kelak prestasinya dapat membuka mata dunia.

MISI ditetapkan untuk dapat mencapai visi besar diatas. Sesuai dengan dasar negara Indonesia, PT Gerbang Madani Group juga mendasarkan gerak langkahnya pada nilai-nilai religius. Semangat kami adalah memahami dan memberikan solusi akan produk hunian berkualitas dan bernilai investasi tinggi. Dengan lingkunga kerja yang dinamis dan adaptif terhadap perubahan, tak henti-hentinya inovasi produk properti dan pelayanan dapat kami hasilkan. Akhirnya selain kepuasan konsumen yang menjadi tujuan akhir, PT Gerbang Madani Group akan terus maju dengan tim manajemen dan karyawan yang selalu bekerja keras, cerdas dan ikhlas.

Kunjungi websitenya di http://gerbangmadani.com

Followers

 

Banner Product

Banner Product

Banner Product